//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!

PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah

Selasa, 6 Mei 2014 23:29:42
photo: google earth

No Trespassing. Mungkin sudah ribuan kali kita lihat 'warning' semacam itu di film-film Hollywood. Dan ribuan kali itu pula larangan itu dilangggar. Di sini, hal serupa juga terjadi. Wartawan Lampung Pos pernah di-BAP-kan karena melakukan pelanggaran batas wilayah perkebunan nanas PT Great Giant Pineapple. Ia masuk tanpa izin dalam rangka menginvestigasi kabar bahwa raksasa bisnis nanas kalengan terbesar ke-tiga di dunia itu melakukan pelanggaran pajak: hanya melaporkan 54 dari 190 sumur bor yang dipergunakannya, dan mengakibatkan kerugian pemerintah puluhan miliar rupiah.

Area perkebunan PT Great Giant Pineapple (GPP) amatlah luas. Menyimak kebun nanasnya yang terpola rapi dari langit, lewat Google Earth atau Google Maps, serasa tak ada habis-habisnya. Maklum, perkebunan di sisi timur dan barat Jalan Raya Lintas Sumatera itu luasnya mencapai 32 ribu hektar, tersebar di banyak desa dan kecamatan. Lalu, bagian kebun sebelah mana yang di-trespass? Entahlah. Yang jelas, GPP membuat pengaduan pada 1 Desember 2009 ke Polsek Terbanggi Besar, yang tentunya membawahi wilayah Kecamatan Terbanggi Besar. Adapun yang jadi tersangka ada 3 orang: satu wartawan Lampung Pos dan 2 orang lagi dari Forum Warga Lampung Tengah, LSM pemantau kebijakan publik.

Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah sendiri saat itu memang sedang menekuni kasus sumur bor itu. Pada 20 November 2009, Bupati Mudiyanto Thoyib sudah membentuk tim verifikasi ulang data sumur bos milik GPP. Hasilnya, dijumpai adanya 213 sumur bor di area GPP. Rinciannya: 54 titik sumur bor beroperasi dan sudah punya izin; 66 sumur bor beroperasi dan belum punya izin; 34 sumur bor rusak, masih akan diperbaiki, dan belum berizin; 31 sumur bor rusak dan tidak akan dioperasikan lagi; dan 28 sumur bor bantuan sosial bagi warga sekitar perusahaan. Jadi, memang ada pelanggaran. Karenannya, pada 20 Desember 2009, Bupati mengeluarkan surat rekomendasi penutupan sumur bor GPP. Dilaksanakan? Sepertinya sih tidak.

Saat Komisi C DPRD Lampung Tengah akhirnya ikut nimbrung dan meninjau GPP pada awal Januari 2010, pihak GPP mengakui pihaknya sulit menghentikan pengoperasian sumur bor air dalam karena kebun nanas memang perlu disirami air. Perusahaan juga mengakui kebenaran temuan tim verifikasi: punya 213 sumor bor, 185 dipakai perusahaan (152 di kebun dan 33 di non-kiebun), dan 28 di pemukiman warga. Yang sudah memiliki izin (kebun dan non-kebun) sebanyak 54 sumur bor. GPP juga mengungkapkan, untuk 54 sumur bor yang berizin, pihaknya membayar retribusi tahunan rata-rata sebesar Rp 300 juta, bergantung pemakaian air.

Pemkab Lampung Tengah, pada 10 Januari 2010, membentuk tim terpadu --beranggotakan Muspida dan Pengadilan Negeri Gunung Sugih-- untuk menuntaskan kasus pelanggaran pajak air bawah tanah (ABT) itu. Tim terpadu ini akhirnya merekomendasikan agar GPP dijatuhi denda atas 100 sumur bor saja: 66 sumur yang beroperasi tanpa izin dan 34 sumur yang akan diperbaiki dan belum berizin. Tiga opsi besaran denda ditawarkan, tapi Pak Bupati akhirnya memilih untuk menjatuhkan denda sebesar Rp 1,5 juta per titik kepada 100 sumur bor. Dibayarkah?

Bagi PT Great Giant Pineapple, denda sebesar itu --kalau melulu diukur dari soal duit-- tentu bukan masalah. Soalnya, pada 2012 lalu, mereka sanggup membayar BPHTB senilai Rp 39 miliar kepada Dispenda Lampung Tengah. Jumlah ini luar biasa karena target PAD Lampung Tengah 2012 hanya Rp 43,8 miliar. Adapun sektor yang selama ini jadi sumber utama PAD, selain BPHTB, adalah pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak reklame, dan pajak air bawah tanah (ABT).

Bisa memiliki lahan perkebunan hingga 32 ribu hektar, PT Great Giant Pineapple memang pemain lama di Lampung Tengah. Kiprahnya dimulai lewat kehadiran PT Umas Jaya yang punya kebun singkong seluas 10 ribu hektar dan membangun pabrik tapioka pada 1977. Dua tahun kemudian, 1979, sebagian kebun singkongnya --5.000 hektar-- disulap menjadi kebun nanas. Bibit nanas Cheyenne yang ditanamnya dulunya berasal dari nanas Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang punya ciri khas daunnya tak berduri, dan kemudian direkayasa ulang genetikanya. Sejak 1985, kebun nanas terus diperluas dan akhirnya mencapai 11 ribu hektar pada 2011. Dan sekarang, luas area perkebunnnya sudah mencapai 31 atau 32 ribu hektar. Dari jumlah itu, yang dipakai sebagai kebun nanas hanya 19 ribu hektar, yang saban tahun memproduksi tak kurang dari 500 ribu ton nanas. Adapun kapasitas panennya: 15 hektar perhari, yang per hektarnya menghasilkan 70 ton nanas. Sisa lahan milik dipakai untuk membangun 5 pabrik pengolahan (pabrik pengalengan nanas, pabrik kaleng, pabrik label, pabrik juice, dan pabrik drum) yang bisa memproses 2.000 ton nanas segar per hari. Jumlah tenaga kerja di perkebunan dan pabriknya mencapai 18 ribu orang. Atau minimal, seperti dicatat BPS Lampung, 9002 orang.

PT Umas Jaya (atau PT Umas Jaya Agrotama) dan PT Great Gine Pineapple --yang tercatat lahir pada 1997-- sekarang bernaung di bawah Gunung Sewu Group (PT Sewu Segar Group). Perusahaan lain yang akhirnya juga hadir di perkebunan itu pada 1990 adalah PT Great Giant Livestock, perusahaan penggemukan sapi yang setiap tahunnya mendatangkan sekitar 100 ribu sapi Australia. Selain diberi pakan sapi normal, sapi-sapi ini juga diberi makan kulit nanas sisa pabrik pengolahan nanas. Dan akhirnya, kotoran sapi disulap menjadi pupuk untuk kebun nanas dan juga untuk membuat pembangkit listrik biogas.

Untuk urusan yang terakhir tadi, listrik biogas, GPP pernah mendapat pujian dari WWF Indonesia karena menerapkan apa yang disebut sebagai 'blue economy': mengurangi emisi sekaligus meningkatkan profit dengan menjadi bersahabat dengan lingkungan. Lho memangnya emisi apa dan tak bersahabat dengan lingkungan karena apa? Ya tentunya karena adanya limbah kebun nanas, limbah peternakan sapi, dan tentunya juga karena adanya PLTU 8,5 MW yang berbahan baku batubara. Saat ini, berkat pembangkit listrik biogas, penggunaan batubara sudah berkurang 15 persen. Targetnya, pada 2016, bisa mencapai 30 persen. Pembangkit listrik biogasnya diproduksi oleh Global Water Engineering.

Peta & Citra Satelit

Kebun Nanas Terbanggi

PT Great Giant Pineapple
PT Great Giant Livestock
Gunung Sewu Group

Pabrik:
Jl. Raya Lintas Sumatera Km. 77
Desa Terbanggi Besar
Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah
Provinsi Lampung

Tel: 0725-7573001
Fax: 0725-7573008


Kantor Pusat:
Chase Plaza, Podium, Lt. 5
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 21
Jakarta Selatan - 12920

Tel: 021-5706438, 5208338
Fax: 021-5706443, 5208332


Website: www.greatgiantpineapple.com - www.gunungsewu.com


Koperasi Karyawan Dwi Karya
Koperasi karyawan PT Great Giant Pineapple dan PT Great Giant Livestock
Website: www.dwikaryaggp.com

Great Giant Ekspansi ke Aceh dan Australia

Dulunya kebun singkong lalu jadi kebun nanas. Besok jadi apa? Kebun Nanas kemungkinan besar masih akan terus berlanjut di Terbanggi Besar. Besok-besok, PT Great Giant Pinapple mungkin bakal menghasilkan banyak markisa. Soalnya, sekarang ini GPP memang sedang mencoba membudidayakan markisa Taiwan dan markisa Brazil. Kedua jenis markisa itu tergolong 'markisa rola' alias markisa dataran rendah. Untuk sementara, GPP baru mencobanya secara kecil-kecilann, hanya di lahan seluas 2 hektar.

Rencana ekspansi yang besar-besaran adalah rencana mengembangkan kebun nanas di Aceh. GPP sudah meninjau lokasi di Aceh dan rombongan petinggi Aceh pun (wakil gubenur dan 5 bupati) sudah diundang dan datang meninjau pabrik GGP di Terbanggi Besar, Februari 2013. Bupati yang datang adalah bupati Aceh Utara, Aceh Tengah, Bireun, dan wakil bupati Bener Meriah. Satu bupati lagi, bupati Aceh Timur, batal ikut rombongan karena ada keperluan lain. Rombongan itu juga meninjau perkebunan pisang cavendis PT Nusantara Tropical Farm (juga anak perusahaan Gunung Sewu Group) yang ada di Lampung Timur. Menindaklanjuti kunjungan tadi, petinggi GPP juga sempat makan malam di kediaman Bupati Aceh Tengah pada Mei 2013 untuk mendiskusi kemungikin bercocoktanam di Dataran Tinggi Gayo, yang selama ini dikenal dengan Kopi Gayo-nya.

Menyangkut air, GPP juga punya rencana besar. Tapi bukan di Lampung Tengah, melainkan di kota Bandar Lampung. Bersama Manila Water, GPP membentuk konsorsium untuk memenangkan tender pembangunan instalasi air curah (alias SPAM, sistem penyediaan air minum) di Way Sekampung yang akan mengalirkan 41 mega-liter air per hari ke PDAM Way Rilau di Bandar Lampung. Pesaingnya di proyek bernilai 38 juta dolar AS (Rp 370 miliar) ini adalah konsorsium-konsorsium Indoensia dan asing lainnya: konsorsium Abeinsia Infrastructure Medio Ambiente dan PT Wijaya Karya Persero Tbk; konsorisum Acuatico dan Mitsubishi Corporation; dan konsorsium Itochu Corporation, Hyundai Engineering and Construction, dan PT Potum Mundi. Rencananya, pemenang tender akan diumumkan Maret 3014 lalu, namun sampai sekarang masih belum ada kabar beritanya.

Di bisnis sapi, PT Great Giant Livestock (GGL) juga tak kalah berekspansi. Pertengahan April lalu, GGL dikabarkan membeli peternakan Willeroo, peternakan milih Sultan Brunei di Katherine, Northern Australia. Langkah ini mirip dengan yang sekarang banyak dilakukan perusahaan Indonesia lainnya. Oktober tahun silam, PT Santosa Agrindo (Santori, anak perusahaan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk) sudah membeli peternakan Riveren and Inverway. PD Dharmajaya dan PT Agro Jabar juga telah bergabung dengan konsorsium Malaysia untuk membeli peternakan Yakka Munga di Kimberly, Western Australia.