//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!

PT Inka, Kota Madiun

Rabu, 14 Maret 2012 03:57:04
photo: pt inka / google sv

'La yahya wa la yamut'. Dahlan Iskan menjadi kyai lewat kolomnya pertengahan Januari lalu. Kalimat tadi dituliskannya ketika orang sedang asyik membicarakan mobil Esemka dan mendadak mencuat kabar kalau PT Inka juga sudah bisa membuat mobil bermesin 650 cc. PT Inka mau bikin mobil juga? Melebarkan sayap bisnis? Sebagai menteri yang mengurusi BUMN, ia mengingatkan kalau PT Inka baru keluar dari kamar ICU. Baru 3 tahun terakhir ini dia meninggalkan era 'la yahya wa la yamut'. PT Inka masih harus bertauhid, terus makan tiga kali sehari, dan rajin berolahraga agar ototnya fit.

Dahlan tak melarang perusahaan bernama panjang PT Industri Kereta Api itu memproduksi mobil. Asalkan, ada yang memesan. Juga, asal jelas pembayarannya. Meski begitu, ia lebih suka kalau PT Inka tetap 'tauhid', tetap fokus, pada core businessnya di jagad kereta api. Terlebih saat ini sedang sibuk memproduksi puluhan lokomotif pesanan General Electrics (GE), Amerika. Juga ada pesanan dari Singapura dan Malaysia.

Seperti upayanya coba-coba membuat mobil, kelahiran PT Inka juga bermula dari upaya coba-coba membuat 'gerobak' dan kereta penumpang. Upaya rintisan ini 'secara resmi' dilakukan pada 1977 di Balai Yasa PJKA di Madiun: hampir satu abad setelah bengkel warisan Belanda itu hadir pada 1884. Setahun kemudian angin baik berhembus. BJ Habibie jadi menristek, ketua BPPT, dan sedang asyik dengan Nurtanio. Balai Yasa pun lantas dilirik dan ditinjau. Buntutnya, lewat PP No. 1 tahun 1981, pemerintah memutuskan untuk mendirikan PT Industri Kereta Api. Akte notaris pun dibuat pada 18 Mei 1981. Modal awalnya, Rp 200 miliar, plus aset Balai Yasa dan gudang PJKA di Madiun.

Sejak itu PT Inka terus menggelinding, memproduksi berbagai kereta: kereta barang, kerete rel listrik, kereta eksekutif, dll. Dan semenjak itu pula, laporan demi laporan BPK nyaris tak pernah melaporkan kabar bagus. PT Inka merugi, tak sanggup bayar kredit miliaran, punya piutang yang tak jelas pembayarannya, lemah dalam menangani kontrak penjualan, dan sederet istilah raport merah BPK lainnya. Habibie memang boleh turun, tapi PT Inka memang tetap hidup. Tapi ya itu tadi, la yahya wa la yamut, hidup segan mati tak mau. Bahkan pernah diputuskan untuk ditutup.

Saat ini, kata Dahlan dalam kolom yang dimuat berbagai media massa, PT Inka masih harus tauhid. 'Dia masih tahap syariat. Jangan dipaksa tiba-tiba ma'rifat. Bisa gila'. Dan kalau soal order baru, Dahlan bilang tak usah khawatir. Dirut PT KA dan PT Inka 'sudah salaman'. Beberapa tahun lagi kondisi keuangan PT Kereta Api Indonesia bakal membaik. Tak perlu lagi membeli kereta bekas dengan harga amat murah.

Akankah PT Inka menuruti nasehat Pak Kyai? Entahlah. Yang jelas, yang namanya 'coba-coba' di PT Inka bukanlah seperti orang yang sedang iseng mencoba-coba sesuatu. Melainkan bermakna, pada 2005, pembentukan Divisi Pengembangan Bisnis Transportasi Darat dan Diversifikasi. Produk divisi ini pun kabarnya sudah ada yang dipakai. Produknya antara lain micro car GEA (yang sudah dicoba langsung oleh Dahlan), city transport, midi bus, solo bus, tram way, mobil emergency, medical container, mini train, kereta wisata, dan kereta gantung.

Peta & Citra Satelit

Pabrik Kereta Api

PT Industri Kereta Api (Inka)
Jl. Yos Sudarso No. 71
Kelurahan Madiun Lor
Kecamatan Mangunharjo
Kota Madiun
Jawa Timur


Tel: 0351-452271, 452272
Fax: 0351-452275

Website: www.inka.co.id - www.pt-inka.com


Kantor Perwakilan:
Gedung Arthaloka Lantai 3
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2
Jakarta Pusat - 10220

Tel: 021-2514424
Fax: 021-2514423