//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!
Melirik Songket Suku Sasak di Jonggat
Selasa, 28 September 2010 21:02:20
photo: heri purwata/indoplaces
Desa tradisional Sade berada di pinggir jalan dari Kota Mataram menuju Praya, ibukota Kabupaten Lombok Tengah, provinsi Nusa Tenggara Barat. Jarak dari kota Mataram kurang lebih 20 kilometer atau setengah jam perjalanan dengan mobil. Bagi wisatawan yang hendak ke sana bisa menggunakan angkutan umum dari Kota Mataram menuju Praya. Cukup banyak angkutan umum di sini.
Berada di Kecamatan Jonggat, desa Sade dihuni 152 kepala keluarga (KK), dengan total penduduk sekitar 700 orang. Seluruh kepala keluarga di desa tersebut mempunyai mata pencaharian petani. Sedangkan kaum wanitanya memiliki pekerjaan sampingan menenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM).
Peta & Citra Satelit
Tenun Kain Songket
''Pekerjaan menenun merupakan pekerjaan sambilan kaum wanita di sini, setelah tidak ada pekerjaan di sawah. Hasil tenunan ini kemudian dikumpulkan untuk dijual di art shop koperasi. Setiap art shop beranggotakan 15-20 orang,'' kata Masedi (21), pemandu wisatawan di Desa Sade, Selasa (30/12/2008) lalu.
Hasil tenunan warga Sade berupa taplak meja, kain sarung, kain sal, kain songket, selendang dan lain-lain. Tenunan tersebut dipajang di emperan-emperan rumah mereka atau di gasebo yang ada di sekitar rumah. Sedangkan para wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil dari rumah ke rumah warga Sade.
Harga kain tenunan yang dijual di Desa Sade berharga antara Rp 50-200 ribu. Hasil penjualan dibagi setiap bulan sekali. Setiap anggota koperasi bisa mendapatkan antara Rp 100-150 ribu per bulan. ''Besar kecilnya penghasilan tergantung dari ramai tidaknya wisatawan yang datang ke sini. Bulan Desember ini merupakan hari yang ramai,'' kata Masedi.
Dalam menjual hasil tenunan antara art shop yang satu dengan yang lain sudah mempunyai patokan. Sehingga barang yang sama tidak jauh berbeda harganya. ''Ini untuk menjaga agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat,'' katanya.
Hasil tenunan warga Sade berupa taplak meja, kain sarung, kain sal, kain songket, selendang dan lain-lain. Tenunan tersebut dipajang di emperan-emperan rumah mereka atau di gasebo yang ada di sekitar rumah. Sedangkan para wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil dari rumah ke rumah warga Sade.
Harga kain tenunan yang dijual di Desa Sade berharga antara Rp 50-200 ribu. Hasil penjualan dibagi setiap bulan sekali. Setiap anggota koperasi bisa mendapatkan antara Rp 100-150 ribu per bulan. ''Besar kecilnya penghasilan tergantung dari ramai tidaknya wisatawan yang datang ke sini. Bulan Desember ini merupakan hari yang ramai,'' kata Masedi.
Dalam menjual hasil tenunan antara art shop yang satu dengan yang lain sudah mempunyai patokan. Sehingga barang yang sama tidak jauh berbeda harganya. ''Ini untuk menjaga agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat,'' katanya.
Bale Tani, Rumah Adat Suku Sasak
Kerukunan juga terjadi pada diantara pemandu wisata yang jumlahnya 12 orang. Mereka memandu para wisatawan yang datang ke Desa Sade dengan imbalan seikhlasnya dari wisatawan yang dipandunya.
Kemudian uang hasil memandu dikumpulkan menjadi satu kepada koordinator dan dibagi setiap sore hari. Masedi mengaku setiap harinya bisa mengantongi uang hasil memandu wisatawan sebesar Rp 100-150 ribu. Tetapi ketika sepi wisatawan, sehari hanya mendapatkan Rp 70 ribu.
Selain melihat hasil tenunan, wisatawan juga bisa melihat tentang rumah adat suku Sasak yang disebut Bale Tani. Rumah adat ini terbuat dari kayu, bambu dan daun rumbia sebagai atapnya.
Bale Tani ini terdiri dari dua bagian yaitu emperan dan ruang dalam. Ruangan ini dipisahkan dengan pintu yang cukup kuat. Emperan tempat bapak, ibu dan anak laki-laki tidur. Sedangkan ruang dalam dipergunakan untuk anak gadis dan ibu melahirkan.Emperan ini dibuat tinggi di atas lutut orang dewasa. Kemudian ruang dalam dihubungkan dengan tiga trap untuk menuju pintu masuk. Di emperan ada tempat tidur dan tikar sebagai alas tidur.
Bale Tani yang masih asli, lantainya terbuat dari tanah liat. Setiap seminggu sekali lantai tersebut diolesi dengan kotoran sapi atau kerbau. Maksudnya agar nyamuk tidak suka berada di rumah tersebut. Sedangkan untuk kesejahteraan warga, Desa Sade juga mempunyai lumbung padi yang dibuat terpisah dari Bale Tani. Lumbung padi ini dibuat tinggi, sehingga di bawahnya bisa digunakan untuk aktivitas warga atau sebagaiart shop.
Kemudian uang hasil memandu dikumpulkan menjadi satu kepada koordinator dan dibagi setiap sore hari. Masedi mengaku setiap harinya bisa mengantongi uang hasil memandu wisatawan sebesar Rp 100-150 ribu. Tetapi ketika sepi wisatawan, sehari hanya mendapatkan Rp 70 ribu.
Selain melihat hasil tenunan, wisatawan juga bisa melihat tentang rumah adat suku Sasak yang disebut Bale Tani. Rumah adat ini terbuat dari kayu, bambu dan daun rumbia sebagai atapnya.
Bale Tani ini terdiri dari dua bagian yaitu emperan dan ruang dalam. Ruangan ini dipisahkan dengan pintu yang cukup kuat. Emperan tempat bapak, ibu dan anak laki-laki tidur. Sedangkan ruang dalam dipergunakan untuk anak gadis dan ibu melahirkan.Emperan ini dibuat tinggi di atas lutut orang dewasa. Kemudian ruang dalam dihubungkan dengan tiga trap untuk menuju pintu masuk. Di emperan ada tempat tidur dan tikar sebagai alas tidur.
Bale Tani yang masih asli, lantainya terbuat dari tanah liat. Setiap seminggu sekali lantai tersebut diolesi dengan kotoran sapi atau kerbau. Maksudnya agar nyamuk tidak suka berada di rumah tersebut. Sedangkan untuk kesejahteraan warga, Desa Sade juga mempunyai lumbung padi yang dibuat terpisah dari Bale Tani. Lumbung padi ini dibuat tinggi, sehingga di bawahnya bisa digunakan untuk aktivitas warga atau sebagaiart shop.
Al-Quran dan Batu Nisan di Desa Sade
Desa Sade juga mempunyai adat menanam batu nisan bagi orang yang sudah meninggal. Penanaman batu nisan dilakukan seminggu kemudian dengan mengadakan 'selamatan.' Dengan mengundang tetangga lalu membacakan ayat-ayat Alquran sampai Subuh. ''Penanaman batu nisan ini tergantung kemampuan keuangan keluarga yang ditinggalkan. Kalau mampu ya, seminggu setelah meninggal, tetapi kalau tidak ya 100 harinya,'' kata Masedi.*** heri purwata - www.yogyakartaonline.com
Places Terdekat | Km |
Pemerintah Kabupaten Lombok Barat | 5,665 |
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 7,912 |
Pemerintah Kota Mataram | 7,916 |
Pasar Kebon Roek | 11,673 |
Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah | 14,695 |
Bandara Internasional Lombok, Lombok Tengah | 18,954 |
Pemerintah Kabupaten Lombok Utara | 31,039 |
Gili Trawangan | 33,605 |
Mandalika Resort, KEK Mandalika, Lombok Tengah | 35,901 |
Kantor Bupati Lombok Timur | 41,001 |
Hotel Terdekat | Km |
Sanur House, Sanur | 98,554 |
The Cakra Hotel, Denpasar, Bali | 98,938 |
Cianjur Hotel, Kota Denpasar | 102,090 |
Grand Aston Bali Beach Resort, Tanjung Benoa | 103,737 |
Fashion Hotel Legian, Kuta | 108,460 |
Losari Hotel & Villas, Kuta | 108,897 |
Villa Jajaliluna | 110,272 |
Canggu Club | 110,966 |
Saranam Eco-Resort | 111,763 |
Banyan Tree Ungasan Resort | 112,117 |
Berita Lombok Tengah
- Tahun Ini, Lombok Airport Ditarget Untung Setelah Terus Merugi
- Sirkuit MotoGP Dibangun di Mandalika Lombok
- Australia Jajaki Peluang Investasi di Mandalika
- ITDC Bangun Sirkuit Jalan Raya Pertama di Dunia di the Mandalika
- Gunung Barujari Meletus, Bandara Lombok Ditutup
- KEK Mandalika Dapat Suntikan Rp1,8 Triliun Tahun Depan
- Kantor Bupati dan Kantor DPRD Loteng Yang Baru Tuntas 2016
- 4 Tahanan Polres Lombok Tengah Kabur
- Perbaikan Mesin SAMBAL Tunggu APBD 2015
- Ingin Ikut Mengelola Bandara, Pemkab Sintang Belajar Ke Lombok
Sewu Kuto Logistik
Mengirim kargo ke ribuan kota di Indonesia. Cepat, aman, dan terjangkau.
Jadwal dan Tiket Kapal Pelni
Jadwal komplit seluruh kapal Pelni, plus info harganya
Upaboga
Makan itu enak. Bisnis makanan pasti lebih maknyus.