//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!
//EMPTY DIV!!

Embung Nglanggeran, Patuk, Kabupaten Gunung Kidul

Jumat, 24 Juli 2015 17:55:32
photo: puspa perwitasari / antara

Musim mudik sudah usai. Musim kemarau masih bertahan. So, Ditjen Bina Marga dan Kementerian Perhubungan silakan minggir. Sekarang waktunya Kementerian Pertanian dan Ditjen SDA beraksi. Maka, Rabu lalu, Kementerian Pertanian pun mengumumkan 'program masif' senilai Rp 2 triliun untuk membangun ratusan atau ribuan embung di berbagai wilayah di tanah air. Lebih kecil dari anggaran serupa di Kementerian PU yang tahun lalu mencapai Rp 4 triliun. Embung atau waduk kecil seperti apa? Seperti Embung Nglanggeran kah, yang cantik dan sukses dikomersialkan sebagai obyek wisata?

Proyek masif pembangunan embung itu dikabarkan Sekjen Kementan Hari Priyono Rabu lalu. Tapi, itu bukan proyek tahun ini, melainkan baru akan digelar tahun 2016. Embun-embung itu akan dibangun untuk menampung air hujan atau air lainnya untuk digunakan dimusim kemarau. Dalam jagad ke-PU-an, embung bisa dibilang sebagai waduk ukuran kecil. Dalam bahasa teknisnya, embung hanya punya dinding bertinggi maksimal 15 meter.

Tanpa bermaksud meralat sang sekjen, keesokan harinya, saat halal bihalal lebaran di Audiorium Kementerian Pertanian, Mentan Andi Amran Sulaiman mengumumkan program yang tidak masif: tahun 2015 ini kementeriannya akan membangun embung dengan anggaran Rp 100 miliar di daerah endemik kekeringan. Dalam catatannya, lahan pertanian yang berada di daerah endemik kekeringan luasnya mencapai 200 ribu hektar.

Lalu, apa bedanya embung versi Kementerian Pertanian dengan versi Kementerian PU? Pak Sekjen punya jawabnya. Katanya, kapasitas embung yang dibangun Kementan berukuran lebih kecil. Lebih kongkrit lagi, kata Sekjen Hari Priyono, ''Embung yang bisa dibangun petani sendiri. Kami memberi insentif padat karya untuk membangunnya.'' Adapun daerah endemik kekeringan yang jadi lokasi pembangunannya meliputi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku, dan Jawa.

Kementerian PU dan Perumahan Rakyat sendiri, pasca lebaran ini, belum bersuara soal embung. Namun tahun lalu Ditjen Sumber Daya Air mengungkapkan kalau anggaran pembangunan waduk dan embung untuk mengatasi krisis air mencapai Rp 4 triliun. Sebaliknya, anggaran untuk mengatasi kelebihan air, alias banjir, sebesar Rp 5,7 triliun.

Mei 2015 lalu, Dirjen SDA Mudjiadi melawat ke NTT. Di sana ia mengumumkan kalau setiap tahun, selama 5 tahun mendatang, akan dibangun 200 embung di NTT. Juga akan dibangun 6 waduk besar di NTT. Soal berapa jumlah bendungan besar yang sekarang ada di Indonesia, ia menyebut angka 209 bendungan, yang punya volume tampungan 14,9 miliar meter kubik air.

Lantas, kalau semua dihitung, berapa total bendungan, waduk, dan embung yang ada di Indonesia? Perpustakaan Kementerian PU punya databasenya. Tercatat ada lebih dari 1.440 bendungan, waduk, dan embung di Indonesia. Tapi, data ini sepertinya belum komplit. Soalnya, Embung Nglanggeran belum masuk datanya.

Peta & Citra Satelit

Embung Gunung Kidul

Embung Nglanggeran
Dukuh Nglanggeran Wetan
Desa Nglanggeran
Kecamatan Patuk
Kabupaten Gunungkidul
DI Yogyakarta


Notes: Google Maps belum menampilkan citra satelit terbaru yang menampilkan sosok cantik Embung Nglanggeran. Namun Googe Earth sudah punya citra satelit versi 2 Juli 2015. Silakan simak foto di atas atau buka aplikasi Google Earth Anda.

Embung di Puncak Bukit

Embung biasanya dibangun di tempat rendah, untuk menampung air hujan secara langsung, ataupun aliran air dari air hujan yang sudah turun ke bumi. Tapi Embung Nglanggeran jusru dibangun ditempat tinggi, di puncak sebuah bukit kecil, yang dulu dikenal dengan nama Gunung Gandu. Caranya, bagian puncak sang bukit dipangkas, diratakan, lalu dikeruk dan digali lubang untuk sang embung. Airnya, selain berasal dari air hujan, juga dari mata air Sumber Sumurup yang ada di dekatnya. Walhasil, selain bisa menampung air, embung di puncak bukit ini jadi terlihat cantik dan pantas jadi obyek wisata. Juga cantik jika dipotret dari bukit-bukit lain yang lebih tinggi di sekitarnya. Seperti sudah umum diketahui, perbukitan di Gunung Kidul didominasi bukit berbatu.

Sultan Hamengkubuwono X meresmikan Embung Nglanggeran pada 19 Februari 2013. Secara teknis, embung di ketinggian 500 meter DPL ini bisa mengairi sawah dan kebun buah seluas 20 hektar yang ada di sekitarnya. Sedangkan secara kepariwisaataan, para wisatawan dikenai retribusi Rp 3.000 untuk menikmati indahnya embung ini. Tak cuma bisa menikmati indahnya panorama di pelataran embung seluas 5.000 meter persegi itu, para wisatawan juga diajak sedikit berolahraga karena harus menaiki tangga setapak, berkelak-kelok, menuju kolam air sang embung.