Bukittinggi (ANTARA News) - Pedagang di Pasar Atas di Kawasan Wisata Jam Gadang, ikon Kota Bukit Tinggi, mengatakan omset penjualan mereka turun hingga 50 persen dibandingkan Lebaran tahun lalu.

Indikasi penurunan itu, kata Haji An, pedagang grosir makanan khas Bukittinggi, seperti kerupuk sanjai, belut kering, ikan bilih dan lainnya, mengatakan indikasinya sudah terlihat saat Ramadhan. "Biasanya, pemesanan sudah terjadi sejak awal Ramadhan hingga 15 hari sebelum Lebaran. Hal itu tak terjadi tahun ini," ujar suami Hj Ety itu.

Dia semula berharap kondisinya sama dengan tahun lalu. Dia menyiapkan 1,5 ton kerupuk jange (kerupuk kulit) mentah, tetapi 500 kg pun tidak habis hingga hari ke-5 Lebaran.

Kondisi yang sama juga dialami Kari, penjual makanan khas Bukittinggi. Dia memperkirakan, penyebabnya karena liburan Lebaran tahun ini berdekatan dengan tahun ajaran baru.

Ali, pedagang kaos souvenir juga mengakui penjualannya turun 20 persen. Dia menilai penyebab turunnya penjualan karena Pemkot Bukittinggi membuat aturan baru dimana mobil dan motor dilarang parkir di kawasan di sekitar Jam Gadang.

"Orang malas turun, karena parkirnya jauh. Jadi, mereka melihat saja dari Mobil lalu terus keluar dari areal Jam Gadang," ucap Ali yang berusia sekitar 50-an dan sudah berdagang di daerah itu lebih dari 10 tahun.

Keluhan yang sama juga disampaikan Sari, pedagang kaos souvenir khas Jam Gadang dan Bukittinggi. Di awal Lebaran, omsetnya turun 35 persen. Di hari ke-4 dan ke-5 turun hingga 50 persen.

"Kita jual murah aja. Ambil untung tipis atau sekadar balik modal agar tidak berhutang saja kepada penyedia barang," ucap wanita usia sekitar 30 tahun itu.

Penyebabnya, karena Lebaran tahun ini berdekatan dengan tahun ajaran baru dan turis yang datang ke Jam Gadang juga berkurang. "Saya tidak bertemu dengan pelanggan dari Riau dan Pekanbaru," ujarnya.

Sari memperkirakan karena tempat parkir jauh dan tidak ada atraksi menarik di halaman Jam Gadang. "Tahun lalu saya tak bisa duduk (saat jaga kedai), sekarang masih bisa berleha-leha menanti pelanggan," ucapnya.

Kondisi yang lebih memprihatinkan dialami Hasan, penjualan asesoris gelang, kalung dan gantungan kunci. "Tahun lalu, hingga hari ke-4, saya sudah ngantongi Rp9 juta. Tahun ini baru Rp2 juta," ujar pria usia sekitar 40 tahun berambut gondrong itu dengan senyum masam.

Dia menyatakan tidak berani mengambil barang baru dan utang barang ke pedagang grosir. "Tahun ini, penjualan paling parah," katanya.

Hasan menyatakan, salah satu penyebabnya, dia dan teman-temannya tidak boleh berjualan di halaman Jam Gadang.

Tidak semua pedagang yang mengalami kerugian. Nasrul, penjual asesoris, gelang tasbih, gelang modern, miniatur Jam Gadang dan miniatur rumah adat mengatakan omsetnya naik berlipat ganda.

"Meski kami hanya diijinkan berjualan mulai pukul 16.00 karena persaingan tidak sehat dari pedagang pemilik kios di dalam gedung pasar, tetapi semakin "diinjak" rejeki kami semakin baik," ujarnya.

Dia menyatakan, kejujuran modal utama dalam berusaha. Dia mengaku tidak mengeluarkan uang untuk mendapatkan barang dagangan. "Saya hanya modal mulut dan kepercayaan," ucapnya. 

Pewarta: Erafzon SAS
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016